Halo Sobat Pajak! Rumah Kost atau Kos-Kosan merupakan jenis tempat tinggal yang umumnya disewakan kepada individu atau kelompok untuk tinggal sementara atau jangka waktu tertentu. Biasanya, rumah kos menyediakan kamar atau unit hunian yang dilengkapi dengan fasilitas--fasilitas seperti tempat tidur, lemari, dan fasilitas umum seperti kamar mandi dan dapur bersama.
Apakah Rumah Kost atau Kos-Kosan ada pajaknya? Untuk membantu masyarakat memahami tentang pajak kos kosan atau rumah kost tentu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Berikut ini penjelasan lengkapnya:
Sebelumnya, Rumah Kost atau Kos-Kosan diatur pada Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 11 tahun 2010 tentang Pajak Hotel yang menjelaskan bahwa Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos (dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh)).
Namun setelah diundangkannya Peraturan Daerah Provinsi DKI No 1 Tahun 2024 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah, nomenklatur dari Pajak Hotel berubah menjadi PBJT Atas Jasa Perhotelan, artinya istilah “Pajak Hotel” berubah menjadi “PBJT Atas Jasa Perhotelan”. Meski dalam perda baru ini istilah rumah kos sudah tidak lagi muncul, namun dalam perda No 1 Tahun 2024 ini muncul istilah baru yaitu tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel dan tidak mengatur lagi batas maksimal atau minimal jumlah kamar rumah kos untuk dapat ditetapkan sebagai objek pajak daerah.
Rumah Kost atau Kos-Kosan juga dapat dianggap sebagai tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel karena menyediakan akomodasi sementara dengan fasilitas yang serupa dengan hotel. Meskipun skala dan layanan yang disediakan oleh rumah kos mungkin berbeda dari hotel, secara garis besar keduanya memiliki tujuan yang sama dalam menyediakan tempat menginap bagi individu atau kelompok yang membutuhkan. Baik hotel maupun rumah kos menyediakan fasilitas dasar seperti tempat tidur, kamar mandi, dengan kemungkinan adanya fasilitas tambahan seperti gym, kolam renang, atau layanan pramutamu. Oleh karena itu, rumah kos dapat dimasukkan ke dalam kategori tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel, meskipun dengan skala dan layanan yang berbeda. Seperti diatur dalam Pasal 53 ayat (1) UU HKPD dan Pasal 47 ayat (1) Perda No 1 Tahun 2024, penyediaan tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel termasuk salah satu jenis jasa perhotelan yang menjadi objek PBJT Jasa Perhotelan. Jadi berdasarkan Perda baru ini maka Rumah Kos tetap dikenakan pajak daerah berapapun jumlah kamarnya.
Patut dibedakan ya sobat, objek pajak daerah dengan objek pajak pusat itu berbeda dan tidak akan tumpang tindih. pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dijelaskan bahwa penghasilan dari Rumah Kost atau Kos-Kosan tidak termasuk sebagai penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, melainkan digolongkan ke dalam penghasilan usaha.
2 kali kena pajak donk?? pastinya tidak. PBJT (Pajak Barang dan Jasa Tertentu) dibayarkan berdasarkan konsumsi barang dan jasa tertentu. Untuk PBJT Jasa perhotelan sendiri tarifnya adalah 10% yang dibebankan kepada Subjek Pajak yaitu konsumen barang dan jasa tertentu dalam hal ini si penyewa kos. Jadi misalkan harga sewa suatu kamar adalah Rp.100.000 per bulan, maka jumlah yang harus dibayarkan penyewa kepada pemilik adalah sebesar Rp.110.000 per bulan. Dengan Jumlah Rp.100.000 merupakan omzet pemilik usaha kos, dan Rp.10.000 merupakan PBJT Jasa perhotelan yang harus disetorkan ke Pemerintah Daerah.
Selain itu, pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dijelaskan bahwa penghasilan dari Rumah Kost atau Kos-Kosan tidak termasuk sebagai penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, melainkan digolongkan ke dalam penghasilan usaha. Sehingga pengenaan pajak pada usaha Rumah Kost atau Kos-Kosan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa pajak penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yaitu tidak melebihi 4,8 miliar dalam satu tahun pajak, maka atas penghasilan yang diterima tersebut dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif pajak sebesar 0,5%.
Lalu peraturan yang berkaitan dengan pajak penghasilan juga terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pada Pasal 4 ayat (2) huruf e menjelaskan bahwa penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dan pada Pasal 7 ayat (2a) menjelaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam 1 (satu) tahun pajak. sehingga penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang penghasilan yang diperoleh Rp500 juta dari usahanya tidak dipungut pajak atau bebas dari pembayaran pajak.
Sebagai contoh, Pak Guido memiliki usaha kos 10 kamar dengan penghasilan sebesar Rp600 juta per tahun. Dengan demikian, maka perhitungan pajak kos-kosan Pak Guido adalah sebagai berikut.
Penghasilan Kena Pajak = Rp600 Juta – Rp500 Juta
Penghasilan Kena Pajak = Rp100 Juta
PPh Final = Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Final
PPh Final = Rp100 Juta x 0.5%
PPh Final = Rp500.000
Sebagai pemilik rumah kos atau pengusaha kos, penting untuk memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan. Selain sebagai bentuk kontribusi terhadap negara, kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku dan juga dapat memberikan rasa aman dan menghindari risiko sanksi mungkin timbul dikemudian hari. Yuk bersama-sama membangun kesadaran akan pentingnya pajak dan ikut serta dalam pembangunan daerah.