Badan Pendapatan Daerah Jakarta memiliki kewajiban untuk memungut Pajak Self Assessment, yang mencakup Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) seperti PBJT Makanan dan Minuman, PBJT Jasa Perhotelan, PBJT Jasa Hiburan dan Kesenian, PBJT Jasa Parkir, serta PBJT Tenaga Listrik. Dalam sistem self assessment, wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang harus mereka bayar.
Namun, dengan diberlakukannya sistem self assessment ini, kepatuhan wajib pajak perlu diuji melalui pemeriksaan kepatuhan pajak. Selama ini, proses pemeriksaan pajak dilakukan secara manual, yang melibatkan Surat Perintah Pemeriksaan, Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuat dengan aplikasi office, serta tanda tangan yang dilakukan secara manual. Hal ini menyebabkan tidak dapat dipantaunya proses secara online dan real-time oleh Pimpinan di Badan, serta memerlukan banyak arsip untuk menyimpan berkas kertas manual. Dengan adanya regulasi Peraturan Gubernur Nomor 115 tahun 2019 tentang pemeriksaan perpajakan daerah , tujuan perpajakan daerah dibagi menjadi dua yaitu menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak dan pemeriksaan tujuan lain. Tujuan lain ini terdiri dari pemeriksaan dikarenakan objek pajak tutup secara operasional. terjadinya pergantian manajemen dan objek pajak tidak ditemukan.
Proses pemeriksaan dilakukan di level Suku Badan Kota Administrasi dengan alur pemeriksaan uji kepatuhan sebagai berikut:
Kepala Suku Badan menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan yang memberitahukan wajib pajak tentang informasi terkait alamat dan objek pajak yang akan diperiksa, tim atau personel pemeriksa, periode pemeriksaan, serta permintaan peminjaman dokumen yang dibutuhkan.
Wajib pajak yang sudah menerima informasi mengenai pemeriksaan akan memberikan dokumen pendukung untuk menunjang pemeriksaan. Berita acara sebagai bukti peminjaman dokumen harus ditandatangani oleh wajib pajak dan petugas pemeriksa.
Petugas pajak (fiskus) melakukan analisa perhitungan dan pengujian terkait omset dan jumlah pajak yang telah disetor oleh wajib pajak, yang dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
Kertas kerja yang telah dievaluasi oleh tim pemeriksa kemudian dikomunikasikan kepada wajib pajak dalam agenda Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP). Pada tahap ini, wajib pajak dapat menyanggah atau menerima dasar perhitungan kewajiban perpajakannya.
PAHP yang ditanggapi atau tidak ditanggapi oleh wajib pajak ditindaklanjuti oleh petugas dengan perhitungan pada LHP hingga diterbitkan SKPD/KB.
Setelah fitur digitalisasi pemeriksaan diimplementasikan pada bulan Maret 2024, terjadi banyak perubahan signifikan. Transfer knowledge dari Bidang Renbang sebagai pengampu dan Bidang Pendapatan 2 sebagai inisiator, bersama-sama mendukung petugas di Suku Badan melalui manual book, helpdesk, dan diskusi. Hal ini menjadikan fitur ini semakin lengkap dan memberikan banyak kontribusi positif. Manfaat dari digitalisasi pemeriksaan adalah:
History pemeriksaan per Objek Pajak dapat diakses oleh petugas saat ini atau petugas pengganti jika ada mutasi pegawai
Hasil dari Pemeriksaan dapat dimonitoring oleh stakeholder terkait seperti Kepala Suku Badan dan Bidang.
Kemudahan dalam pelaporan Rencana Kerja Pemeriksaan Tahunan serta
realisasinya
Selama tahun 2023, SKPD yang diterbitkan berdasarkan RKPT (Rencana Kerja Pemeriksaan Tahunan) sebanyak 417 Objek Pajak, atau memberikan kontribusi sebesar 39, 87% dari total objek pajak yang diperiksa. Sedangkan sisanya terbagi menjadi objek pajak non RKPT dan objek pajak hiburan insidental. Pemeriksaan hiburan insidental memberikan kontribusi tertinggi yaitu sebesar 52,77% dari jumlah Objek Pajak yang diperiksa dan 63% dari total pokok pajak yang ditetapkan.